Finansial

Apa dan Bagaimana Sejarah Black Friday?

Apa dan Bagaimana Sejarah Black Friday?

Apa dan Bagaimana Sejarah Black Friday?

Dalam perkembangannya, fenomena Black Friday lambat laun diadopsi oleh orang-orang di Indonesia sebagai ajang untung mengincar promo yang ditawarkan oleh toko-toko ritel ataupun e-commerce. Sekadar informasi, istilah Black Friday sendiri merupakan sebuah kultur yang berasal dari Amerika Serikat (AS).

Dalam fenomena tersebut, orang-orang memanfaatkannya untuk membeli berbagai jenis barang, misalnya fashion, gadget dan barang-barang yang lainnya. Lantas, apa sebenarnya Black Friday? Dan bagaimana sejarah dari Black Friday itu sendiri? Untuk lebih lengkapnya, mari simak dalam ulasannya pada artikel berikut!

Dalam berbagai sumber, dituliskan bahwa Black Friday merupakan sebuah tradisi dari warga AS yang dirayakan pada hari Jumat setelah Thanksgiving. Antara Black Friday dan Thanksgiving dihubungkan dengan peritel. Dalam cerita yang kerap kali diulang, setelah satu tahun penuh beroperasi dengan kerugian (menjadi merah), toko seharusnya mendapat untung (menjadi hitam) pada hari setelah Thanksgiving karena konsumen menghabiskan begitu banyak uang untuk diskon barang dagangan.

Seperti yang telah dijelaskan, Black Friday adalah hari yang dipenuhi dengan penawaran belanja khusus dan diskon besar yang menandai awal musim belanja liburan. Black Friday, seperti namanya, terjadi pada hari Jumat di akhir November. Pada tahun lalu, Black Friday terjadi pada Jumat, 26 November 2021.

Pada perjalanannya, Black Friday menjadi sebuah tolak ukur dari kondisi ekonomi negara dan cara termudah bagi para ekonom untuk mengukurnya karena pengeluaran puncak. Para ekonom percaya bahwa penjualan yang lebih rendah pada Black Friday merupakan tanda bahwa ekonomi sedang melambat. Dalam cerita yang terjadi pada setiap tahun perayaannya, Black Friday di Amerika Serikat ramai insiden mulai dari orang-orang yang berebut barang hingga orang-orang yang diinjak-injak saat memperebutkan barang di toko.

Dalam berbagai sejarah yang tercatat, istilah Black Friday berasal dari krisis keuangan yang parah di negara Amerika Serikat pada 24 September 1869, sebagai akibat dari krisis komoditas emas. Pada cerita yang berkembang, dua pemodal Wall Street yakni Jay Gould dan Jim Fisk bekerja sama untuk membeli sebanyak mungkin emas di negaranya, dengan tujuan untuk mendongkrak harga setinggi langit dan menjualnya kembali untuk meraup keuntungan yang sangat besar.

Konspirasi tersebut akhirnya terungkap pada hari Jumat di bulan September di tahun tersebut. Namun, kejadian tersebut membuat pasar saham mengalami kejatuhan parah. Pada akhirnya banyak orang (kalangan atas dan bawah) yang mengalami kebangkrutan akibat kejadian ini. Pasalnya, banyak investor yang terpaksa menjual portofolio mereka dengan harga terendah untuk menghindari kerugian yang lebih besar.

Dalam versi lain, Black Friday merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh polisi di kota Philadelphia pada tahun 1950-an. Ketika itu, istilah tersebut digunakan sebagai penggambaran mengenai kekacauan yang terjadi pada hari setelah perayaan Thanksgiving. Saat itu, polisi Philadelphia bukan hanya tidak dapat mengambil cuti, namun mereka juga harus bekerja dalam shift ekstra panjang untuk menghadapi keramaian dan lalu lintas tambahan. Para pengutil juga akan memanfaatkan keributan di toko-toko dengan membawa kabur sebanyak mungkin barang dagangan.

Beberapa tahun setelahnya, yakni pada tahun 1961, Black Friday telah populer di Philadelphia, hingga para pedagang dan warga setempat gagal mengubah istilah tersebut menjadi “Jumat Besar” untuk menghilangkan konotasi negatifnya. Namun, istilah itu tidak menyebar ke seluruh negeri sampai beberapa lama kemudian, tepatnya pada tahun 1985 istilah itu tidak umum digunakan secara nasional.

Tetapi ada kisah lain terkait Black Friday ini, yaitu soal jual beli budak yang terjadi pada tahun 1800-an. Pada hari setelah perayaan Thanksgiving, konon petani di Amerika Serikat bagian selatan dapat membeli budak dengan potongan harga. Namun, dari kabar yang beredar, kisah ini hanya mitos.

Pada akhirnya, sejarah mengenai Black Friday hanya “jalan di tempat”. Bahkan banyak pihak yang menegaskan bahwa kisah-kisah dibalik istilah tersebut tidak jelas. Tetapi istilah tersebut kemudian diubah oleh sekelompok pemilik toko untuk memaksimalkan keuntungan, dan masih dipraktikkan sampai sekarang. Saat ini Black Friday menjadi acara tahunan yang banyak ditunggu para penikmat belanja. Tak hanya toko yang berjualan secara offline, toko daring juga memberi diskon besar-besaran bertepatan dengan Black Friday ini.

William Adhiwangsa
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top