Diberitakan sebelumnya, melalui Forum Itjima Ulama yang digelar pada hari Kamis (11/11/2021) kemarin, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan penggunaan cryptocurrency atau mata uang kripto hukumnya haram. Dalam acara tersebut, dijelaskan bahwa mata uang kripto dinilai mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 tahun 2015.
Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Soleh mengatakan terdapat tiga diktum hukum yang menerangkan bahwa kripto diharamkan sebagai mata uang. Mengutip dari Antara, Niam menjelaskan, “Dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli”.
Namun untuk jenis kripto sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas, kata Niam, sah untuk diperjualbelikan.
“Cryptocurrency sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas sah untuk diperjualbelikan”, kata Asrorun.
Sementara itu, Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan aturan atau pedoman penyelenggaraan perdagangan pasar fisik aset kripto.
Untuk diketahui, aturan tersebut telah dirilis pada 1 November 2021 melalui Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik di Bursa Berjangka. Dalam beleid tersebut, dijelaskan bahwa pihak Bappebti mengharuskan perdagangan pasar fisik aset kripto dilakukan dengan memerhatikan lima hal, yakni:
1. Prinsip tata kelola perusahaan yang baik, mengedepankan kepentingan anggota bursa berjangka, perdagangan fisik aset kripto, termasuk pelanggan aset kripto untuk memperoleh harga yang transparan dan wajar.
2. Memerhatikan tujuan pembentukan pasar fisik aset kripto sebagai sarana pembentukan harga yang transparan dan penyediaan sarana serah terima fisik, serta dipergunakan sebagai referensi harga di Bursa Berjangka.
3. Perdagangan pasar fisik aset kripto juga wajib memperhatikan kepastian hukum.
4. Perdagangan pada pasar fisik juga memperhatikan perlindungan pelanggan aset kripto.
5. Memfasilitasi inovasi, pertumbuhan, dan perkembangan kegiatan usaha perdagangan pasar fisik aset kripto.
Selain 5 point di atas, dalam beleid tersebut juga dijelaskan bahwa Bappebti juga mengatur jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan apabila telah memenuhi setidaknya tiga kriteria, yaitu berbasis ledger technology, berupa aset kripto utilitas (utilty crypto) atau aset kripto beragun aset (crypto backed asset), dan telah memiliki hasil penilaian dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang ditetapkan oleh Bappebti.
Terkait penilaian metode AHP, pelaku wajib mempertimbangkan ketentuan soal nilai kapasitas pasar aset kripto dan masuk tidaknya dalam transaksi bursa aset kripto besar di dunia.
“Aset kripto juga memiliki manfaat ekonomi, seperti perpajakan, menumbuhkan ekonomi digital, industri informatika dan kompetensi tenaga ahli di bidang informatika, serta telah dilakukan penilaian risikonya, termasuk risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme serta proliferasi senjata pemusnah massal,” demikian kutipan pasal 3 ayat 3 peraturan tersebut.
Sementara itu, pada pasal 3 ayat 4, Bappebti juga menentukan jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan oleh pedagang fisik aset kripto. Hal ini akan ditetapkan oleh Kepala Bappebti dalam daftar aset kripto yang diperdagangkan di pasar fisik aset kripto.