Diberitakan sebelumnya, pemerintah akan mulai menetapkan pajak bagi investor kripto seperti Bitcoin dan mata uang digital lainnya yang berhasil untung dalam investasi tersebut. Seperti yang diketahui, Indonesia menunjukkan lonjakan pesat di industri mata uang kripto. Transaksi uang kripto selama lima bulan pertama tahun 2021 saja menyentuh angka Rp 370 triliun. Angka ini naik dari transaksi tahun 2020. Menteri Perdagangan, Muhammad Luthfi mengatakan tahun lalu hanya Rp 65 triliun.
Pasalnya, hingga hari ini, investasi cryptocurrency atau aset kripto mengalami perkembangan yang semakin signifikan di kalangan investor milenial. Hal ini dapat diartikan bahwa investasi aset kripto tidak bisa lagi dipandang dengan sebelah mata. Dalam acara Sosialisasi UU HPP di Bandung pada hari Kamis (17/12/2021) silam, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa jika seseorang bermain kripto dan mendapatkan keuntungan di satu tahun, maka akan masuk hitungan pajak.
Sri Mulyani menjelaskan, “Kalau saya rekonstruksikan ya, pernah main di Bitcoin tahun 2016 dapat Rp 1 miliar, kalau waktu itu dapat Rp 1 miliar ya itu adalah kewajiban bayar pajak di 2016”. Namun, mantan direktur eksekutif IMF itu menambahkan, bahwa jika nilai uang kripto tersebut turun di beberapa tahun berikutnya, maka tidak masuk dalam hitungan pajak.
“Tapi, sekarang karena ini adalah nilainya naik turun, sekarang jadi tinggal Rp 200 juta gitu (di 2020). Jadi, nilainya hilang ya, kalau di 2016 berarti kurang bayar dan di 2020 kalau turun, rugi kan, tidak bayar gitu”, jelasnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa dalam aturannya yakni pengenaan pajak adalah merupakan kewajiban berlaku per tahun. Sri Mulyani menjelaskan, “Tetap sebetulnya pajak itu kewajiban per tahun anggaran, jadi tidak bisa kalau belum untung jangan dulu dipajaki. Tidak juga”.
Namun kini terdapat kabar terbaru mengenai dunia kripto yakni Non Fungible Token (NFT). Bukan menjadi sebuah rahasia lagi jika aset digital NFT belakangan ini semakin marak dan berubah menjadi tren. Terkait dengan ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Neilmaldrin Noor mengatakan, NFT wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tahun berjalan sesuai nilai pasarnya.
Mengutip Kompas.com pada hari Jumat (7/1/2022), Neilmaldrin menjelaskan, “Aset NFT maupun aset digital lainnya wajib dilaporkan di SPT Tahunan dengan menggunakan nilai pasar tanggal 31 Desember pada tahun pajak tersebut”.
Menurutnya, saat ini pemerintah tengah merumuskan kebijakan perpajakan yang tepat dan ideal untuk mengakomodasi kewajiban perpajakan bagi masyarakat yang berinvestasi pada aset digital. Secara teori, pengenaan pajak NFT mencakup pada PPh Pasal 21 dengan asumsi pendapatan dari transaksi aset tersebut tergolong sebagai penghasilan atau menambah kemampuan ekonomi.
Selain PPh, NFT juga berpotensi dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), apabila instrumen investasi itu dikategorikan sebagai barang kena pajak (BKP) tidak berwujud. Artinya, dengan batasan omzet tertentu penjual NFT bisa ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
Sekadar informasi, awalnya NFT merupakan bagian yang tidak jelas dari teknologi blockchain. Kini NFT berkembang pesat dalam beberapa bulan terakhir berkat hampir semua sudut dunia seni, hiburan, dan media. NFT aset digital yang mewakili atau menjadi bukti kepemilikan barang berharga. Aset NFT dapat dibeli dengan mata uang kripto, salah satu yang paling banyak digunakan adalah koin Ethereum (ETH).
- 7 Alternatif Indikator Forex Jangka Panjang yang Patut Anda Coba! - Oktober 3, 2024
- 5 Dampak Debt Ceiling Terhadap Forex yang Wajib Dipahami Trader - Oktober 2, 2024
- Penerapan Indikator Overlay Forex untuk Tingkatan Akurasi Prediksi Harga - September 24, 2024