Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) mengajukan keluhan perdata terkait skema ponzi kripto. Tuntutan itu sendiri dilayangkan pada hari Senin (1/8/2022) kepada 11 orang yang diduga terlibat kasus ini dengan total kerugian investor mencapai US$ 300 juta atau Rp 4,5 triliun.
Dikutip dari Reuters pada hari Selasa (2/8/2022), dilaporkan bahwa mereka yang didakwa termasuk empat pendiri skema yang diberi nama Forsage. Mereka terakhir diketahui tinggal di Rusia, Republik Georgia, dan Indonesia.
Forsage sendiri diklaim sebagai platform kontrak pintar terdesentralisasi. Dan Forsage memungkinkan jutaan investor ritel untuk melakukan investasi yang beroperasi di Blockchain Ethereum, Tron, dan Binance.
Baca Juga: Mengenal Charles Ponzi, Sang Guru Investasi Bodong
Dikatakan bahwa Forsage secara agresif mempromosikan kontrak pintarnya melalui promosi online dan platform investasi baru. Dan bahkan tidak menjual produk aktual apa pun. Keluhan itu juga menjelaskan cara utama bagi investor untuk menghasilkan uang dari Forsage adalah dengan merekrut orang lain untuk bergabung dalam skema tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, SEC menambahkan bahwa Forsage mengoperasikan struktur Ponzi yang khas. Yakni menggunakan aset dari investor baru untuk membayar investor sebelumnya. Bahkan Pejabat kepala Unit Aset dan Cyber kripto SEC, Carolyn Welshhans berkomentar terkait hal ini. Welshhans mengatakan bahwa Forsage adalah skema piramida penipuan yang diluncurkan dalam skala besar dan dipasarkan secara agresif kepada investor.
Skema Ponzi Kripto Juga Pernah Terjadi Di Rusia
Diberitakan sebelumnya, petugas dari FSB dan Kementerian Dalam Negeri di republik Rusia Dagestan telah mengidentifikasi orang-orang yang dicurigai mengorganisir skema piramida ponzi keuangan. Mengutip Bitcoin.com pada hari Kamis (14/4/2022), dikatakan bahwa skema tersebut menawarkan korban keuntungan hingga 500 persen per tahun pada investasi dalam aset digital seperti kripto.
Menurut sumber yang dikutip oleh harian bisnis Rusia, Kommersant, para tersangka adalah perwakilan dari proyek Yusra Global. Selain itu Dagestan mengumumkan, entitas penipu telah mendirikan kantor di wilayah Rusia lainnya, Kazakhstan di Asia Tengah dan Turki.
Publikasi tersebut mengungkapkan pihak berwenang telah menahan empat orang pada Januari, semuanya warga negara Rusia, yang diyakini berada di balik skema Ponzi. Mereka awalnya ditahan selama dua bulan namun para terdakwa bisa menghadapi hingga sepuluh tahun penjara di atas denda yang besar dan kuat.
Pelaku penipuan menggelembungkan kutipan nilai aset digital dan membayar keuntungan menggunakan dana yang diinvestasikan oleh peserta baru di skema piramida. Mereka membagikan sisa uang di antara mereka sendiri dan membeli real estat. Perkiraan awal menunjukkan kerugian para korban mencapai 1 miliar rubel, atau lebih dari USD 10 juta atau sekitar Rp 143,5 miliar.
Baca Juga: Aplikasi Kripto Palsu Terungkap, Curi Uang Investor Rp 640,5 M
Ratu Kripto Diburu FBI
Sementara itu, Ruja Ignatova yang juga dikenal dengan julukan “Ratu Kripto” diketahui masuk ke dalam daftar orang paling dicari biro investigasi federal Amerika Serikat (AS), FBI. Ignatova dicari karena dugaan perannya dalam menjalankan penipuan mata uang kripto yang dikenal sebagai OneCoin.
Menurut tuduhan yang dibuat oleh jaksa federal, penipuan itu pada dasarnya adalah skema Ponzi yang disamarkan sebagai mata uang kripto. FBI menambahkan Ruja Ignatova ke daftar buronan yang paling dicari ketika mereka yakin masyarakat umum mungkin dapat membantu melacaknya.
Ia diduga menggunakan skema untuk menipu lebih dari US$ 4 miliar atau sekitar Rp 59 triliun. Selain itu, Ignatova juga dilaporkan telah menghilang sejak 2017 ketika pejabat AS menandatangani surat perintah penangkapannya dan penyelidik mulai mendekatinya. Dalam modusnya, Ignatova menawarkan orang-orang yang membeli mata uang ini dengan iming-iming mendapatkan komisi jika bisa membujuk orang lain untuk ikut membelinya.
Untuk informasi, OneCoin merupakan sebuah mata uang kripto yang mulai Ignatova perkenalkan pada awal 2014 silam. Dalam kasus ini, FBI mengatakan bahwa OneCoin tak ada nilainya dan tidak dilindungi oleh teknologi Blockchain seperti aset cryptocurrency lainnya.
Baca Juga: Benarkah Kiamat Kripto Di Depan Mata?
Damian Williams selaku jaksa federal di Manhattan pun turut menjelaskan terkait kasus ini. Williams mengungkapkan bahwa Ignatova mengatur skema penipuannya dengan sangat sempurna.
“Dia mengatur waktu skemanya dengan sempurna, memanfaatkan keriuhan spekulasi pada masa awal-awal mata uang kripto”, kata Williams.
- Cara Setting Indikator Bollinger Band yang Tepat - Desember 1, 2024
- Memahami Pola Candlestick Outside Bar dalam Analisis Teknikal Forex - November 25, 2024
- Panduan Strategi Trading Harian dengan Spread Forex Kecil - November 20, 2024
Pingback: Pencurian Kripto Terjadi Lagi, Nomad Rugi Rp 2,9 Triliun