Jumlah investor yang tercatat di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melonjak drastis selama pandemi Covid-19. Komisaris PT BEI Pandu Patria Sjahrir mengatakan, dalam 10 bulan jumlah investor saham dari 1,3 juta, melonjak jadi 4 juta orang.
Penambahan itu tak lepas dari fenomena influencer di media sosial yang melakukan promosi atas sebuah saham tertentu, atau pompom saham.
Untuk informasi, dalam seluk beluk dunia perdagangan saham, terdapat istilah yang dikenal dengan saham pompom. Pompom saham identik dengan saham gorengan yang dipompa (pump) agar harganya melejit oleh bandar saham sehingga tampak menggiurkan.
Pompom saham merujuk pada istilah untuk menghasut agar orang membeli suatu saham. Biasanya, oknum menggunakan cara dengan memberikan kesan bagus untuk perusahaan tersebut.
Saham pompom yakni saham lapis tiga (third layer). Saham pompom itu dinaikkan dengan cepat oleh bandar saham sehingga saham perusahaan tersebut ‘terlihat‘ baik.
Mereka adalah oknum yang tidak mengajak orang secara langsung, tetapi mereka membentuk opini publik yang secara tidak langsung bisa terbujuk membeli saham tertentu.
Sekadar informasi, kata dasar dari pompom saham ini adalah ‘pump‘ atau memompa. Jika suatu benda dipompa secara terus menerus maka akan semakin besar dalam waktu cepat. Karena itulah pompom saham dipompa agar harga semakin tinggi dalam waktu singkat oleh bandar saham.
Melansir detikfinance hari Kamis (28/1/2021), dalam bincang d’Rooftalk edisi Waspada Investasi Saham Pompom, hari Rabu (27/1/2021), Pandu mengatakan, “Ini fenomena baru. Di luar insider trading saya rasa nggak bisa dibendung. Semua influencer akan bicara saham, akan ada yang beli saham dulu, setelah itu membicarakan sahamnya. Akan ada juga yang disponsori”.
Namun, ia mengingatkan para influencer yang mempunyai banyak pengikut atau follower harus memiliki kewajiban moral.
Ia menambahkan, “Saya bicara hanya satu, at the end of the day, itu obligasi moral Anda (terkait saham). Kalau Anda adalah high quality influencer, Anda akan asosiasi diri Anda dengan perusahaan yang high quality. Kalau Anda receh, ya asosiasinya juga receh, orang akan mengikuti”.
Pandu juga menyampaikan bahwa semakin banyak jumlah follower yang dimiliki, maka semakin besar dampaknya. Oleh karena itu, ia meminta agar para influencer di media sosial tak menyebarkan suatu informasi tanpa memikirkan tanggung jawab moralnya.
Namun, peringatan itu tak berarti menakut-nakuti para investor baru. Ia mengatakan, bertambahnya jumlah investor juga punya sisi positif. Pada faktanya, Indonesia memang tengah mengejar jumlah investor agar bertambah. Pasalnya, dari total populasi di Indonesia, hanya segelintir yang sudah terdaftar sebagai investor di BEI.
Sementara itu, untuk meng-endorse saham tentu memiliki aturan sendiri yang dibuat oleh otoritas terkait.
Mengutip dari detikcom hari Rabu (6/1/20210, Pengamat Saham dan Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, “Dalam hal merekomendasikan saham kalau dia menerima bayaran tentu itu harus mengikuti aturan otoritas terkait dengan menjadi penasihat investasi. Jadi, kalau dia memberikan nasihat dengan mengutip dana tertentu dia harus mengikuti aturan otoritas, punya izin sebagai penasihat investasi,”
Pakar pemasaran Yuswohady juga mengatakan bahwa endorse saham sangat berbeda dengan endorse produk-produk konsumsi. Oleh karenanya ada risiko dari endorse saham.
“Jadi, ini kan pekerjaannya manajer investasi sebenarnya atau analis saham. Jadi, ini berbeda saham dengan produk biasa, itu beda karena saham itu (nilainya) naik-turun, dan naik-turun itu yang paling utama adalah karena fundamental perusahaan, fundamental perusahaan itu analisisnya nggak main-main,” kata dia.
Ia pun menyarankan influencer lebih berhati-hati jika ingin berbicara mengenai saham apalagi ketika sampai merekomendasikannya.
- Pump Forex: Definisi, Cara Identifikasi, dan Risiko - Oktober 1, 2024
- Memahami Teori Purchasing Power Parity Forex dalam Menganalisis Pergerakan Mata Uang - September 25, 2024
- Apa Analisis Trading Forex yang Cocok untuk Trader Pemula? - September 23, 2024