Pada hari Kamis (25/6/2020) di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat terbatas dengan topik mengenai penanganan Covid-19 tingat provinsi Jawa Timur. Dalam pengantar rapat tersebut, Jokowi menyinggung mengenai proyeksi terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) terhadap perekonomian global.
Jokowi mengatakan, “Kemarin saya mendapatkan informasi bahwa krisis ekonomi betul-betul nyata. Ada benar dan semua merasakannya”.
Jokowi menuturkan, krisis global akibat pandemi virus corona ada di depan mata. Bahkan kondisi global saat ini lebih berat dari krisis 1930. Lalu, bagaimana jika dibandingkan dengan krisis 1998?
Jika dibandingkan dengan tahun 1998, sejumlah kalangan menilai bahwa krisis ekonomi akibat pandemi wabah penyakit virus corona saat ini tingkat kerawanannya jauh lebih rendah. Raden Pardede -seorang Ekonom Senior- menjelaskan, Indonesia memang pernah mengalami resesi ekonomi pada 1998. Bahkan kala itu bisa dibilang adalah sebuah depresi. Karena pertumbuhan ekonomi terkontraksi hampir 1,5 tahun lamanya.
Mengutip dari CNBC Indonesia, Raden Pardede menjelaskan, “Saat itu bukan hanya dua kuartal (Pertumbuhan ekonomi terkontraksi), tapi hampir 1,5 tahun growth kita mengalami kontraksi. Kita alami kontraksi hingga minus 13 persen dan itu paling dalam”. Apabila Indonesia mengalami krisis di tahun ini, menurut Raden, kemungkinan kondisinya tidak akan separah dengan krisis tahun 1998.
Perekonomian Indonesia tidak tumbuh atau 0 persen sepanjang tahun 2020, hal ini diproyeksikan oleh Bank Dunia. Sementara IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di sepanjang tahun ini akan kontraksi -0,5 persen. Dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia akan -2,8 persen di sepanjang tahun ini.
Raden Pardede menambahkan, “Kita akan menghadapi ini no doubt dan tidak akan separah seperti 1998. Tapi jauh lebih buruk dari krisis 2008. Tapi mudah-mudahan pemerintah mampu mengatasi ini”.
Jika dibandingkan, krisis ekonomi tahun ini memang terbilang lebih parah daripada dengan krisis tahun 2008. Pasalnya, pada krisis yang terjadi di dua belas tahun lalu itu, harga komoditas ketika itu masih menguntungkan, dan pada akhirnya membuat ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 4,6 persen.
“Krisis karena pandemi ini belum pernah kita alami sebelumnya dan dalam merespons krisis karena virus. Cara mengatasinya harus melakukan penyesuaian dan bisa meresponnya dengan dinamis”, kata Raden
“Jadi cara penanganannya harus beda dan tidak sama seperti dahulu, dampak ke masyarakat luas, jauh lebih besar. Respon pemerintah harus berikan bantuan sosial secara besar-besaran”, lanjutnya.
Komentar yang sama datang dari Josua Pardede -Vice President Economist Bank Pertama-. Josua menilai, dari proyeksinya pertumbuhan ekonomi pada tahun ini bisa -1 persen hingga 0,5 persen. Tetapi krisis ekonomi pada tahun ini tidak akan separah dengan krisis tahun 1998.
Ia menjelaskan, saat 1998, krisis ekonomi tidak dimitigasi oleh pemerintah, ditambah ketika itu ada ketidakstabilan politik pemerintah.
Josua menambahkan, “Saat itu kita mengalami social unrest karena harga-harga melambung naik, penjarahan di mana-mana. Kita harapkan di tahun ini, sekalipun pertumbuhan negatif, potensinya tidak terjadi social unrest”.
Menurut Sri Mulyani -Menteri Keuangan-, jika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah direlaksasi, namun publik tidak berbelanja, maka Indonesia bisa jatuh ke jurang resesi.
Seperti dalam paparannya saat perbincangan dengan Komis XI DPR pada hari Senin (22/6/2020) yang lalu, “Tapi kalau dalam (dengan asumsi tidak berbelanja) bisa -1,6 persen. Itu technically bisa resesi. Kalau kuartal III negatif dan secara teknis Indonesia bisa masuk ke zona resesi”.
- Menggunakan Pola Quasimodo Forex untuk Trading Reversal - Desember 10, 2024
- Cara Membaca Pola Impulsif dan Korektif dalam Pola Elliott Wave Forex - Desember 4, 2024
- Inilah 5 Cara Mendapatkan Rebate Forex Secara Maksimal! - Desember 3, 2024