Bukan menjadi sebuah rahasia lagi, jika sampai dengan hari ini investasi cryptocurrency atau aset kripto mengalami perkembangan yang semakin signifikan di kalangan investor milenial. Hal ini dapat diartikan bahwa investasi aset kripto tidak bisa lagi dipandang dengan sebelah mata. Jika melihat data dari Kementerian Perdagangan, hingga Juli 2021 jumlah investor aset kripto di Indonesia mencapai 7,4 juta orang. Angka ini telah melampaui jumlah investor saham dan reksa dana pada periode yang sama.
Di Indonesia sendiri mata uang kripto tetap diakui sebagai aset digital melalui peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) nomor 5 tahun 2019. Bahkan dalam kurun waktu 2-3 tahun mendatang, jumlah investor aset kripto di Indonesia diprediksi akan mencapai 40-50 juta orang. Ini artinya, diperlukan edukasi serius kepada masyarakat demi mengantisipasi penambahan jumlah investor kripto.
Namun, untuk tambahan informasi, aset kripto masih dilarang sebagai alat bayar di Indonesia. Kendati demikian, kripto termasuk komoditas bursa berjangka, sehingga tak masalah selama digunakan sebagai investasi maupun komoditas yang diperjualbelikan oleh para pelaku pasar.
Meski investasi mata uang kripto kini dianggap masih menjadi primadona, namun ada hal penting yang patut Anda pahami sekaligus waspadai, yakni fenomena cryptocurrency bubble. Artikel ini akan membahas lebih lengkap terkati pengertian dari istilah cryptocurrency bubble, juga penyebab cryptocurrency bubble. Untuk itu, penting bagi Anda menyimak ulasan ini hingga tuntas!
Pengertian Cryptocurrency Bubble
Dalam pengertiannya, istilah cryptocurrency bubble dapat dijelaskan sebagai fenomena yang terjadi pada aset kripto. Hal yang dimaksud adalah tentang kenaikan harga yang tinggi dalam jangka waktu tertentu. Meski harga melambung tinggi, kondisi ini juga diikuti oleh penurunan nilai yang cepat pula. Sehingga kondisi ini akan berakibat pada kerugian besar yang dialami oleh para investor.
Seperti yang diketahui, aset mata uang kripto memang dikenal memiliki sejumlah risiko, di antaranya adalah harga yang sangat fluktuaktif. Untuk itulah, kondisi harga mata uang kripto yang naik dan turun dengan cepat tersebut, disebut dengan istilah cryptocurrency bubble. Dari berbagai sumber, dituliskan bahwa penggunaan istilah bubble (gelembung) tersebut, diartikan sebagai penanda bahwa harga suatu aset kripto dapat pecah dan merosot turun tajam dan terjadi kapan saja. Namun, yang patut Anda catat, fenomena cryptocurrency bubble ini dipengaruhi oleh FOMO.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebagian besar cryptocurrency diketahui memiliki harga yang tidak stabil, juga mengalami kenaikan dan penurunan harga yang drastis dan ambruk dalam beberapa tahun terakhir. Ini telah memicu banyak perbincangan tentang apakah cryptocurrency akan mengalami ‘bubble‘ dan bagaimana cryptocurrency harus diatur sedemikian rupa. Bahkan prediksi runtuhnya nilai spekulatif dalam cryptocurrency telah diteliti oleh banyak ahli di bidang ekonomi dan keuangan.
Cryptocurrency Bubble pada 2021
Dalam catatan yang dikutip dari beberapa sumber, istilah cryptocurrency bubble sempat ramai digunakan pada tahun 2021. Saat itu Bitcoin sempat menyentuh harga Rp 499 juta dari rekor harga tertinggi sebelumnya di kisaran Rp 926 juta pada 14 April 2021. Harga Bitcoin sempat beberapa kali diprediksi bahwa akan mencapai rekor tertingginya sepanjang masa. Namun akhirnya kembali merosot jauh dari jarak harga normalnya sebelum naik.
Dari berbagai sumber juga diketahui, bahwa pada tahun 2021 lalu harga Bitcoin sempat naik hampir sembilan kali lipat selama setahun terakhir di tengah hiruk pikuk spekulatif dan penerimaan yang lebih luas. Seperti misalnya, pendiri Tesla Elon Musk yang pada awal tahun 2021, mengatakan bahwa pembuat mobil listrik akan menerima Bitcoin untuk pembayaran. Juga beberapa bank Wall Street yang membuat ketentuan bagi pelanggan yang tertarik dengan cryptocurrency.
Terkait dengan fenomena cryptocurrency bubble ini, juga pernah disinggung oleh seorang investor Wall Street yakni Michael Burry. Dalam unggahannya melalui akun Twitter-nya, Burry mengkritik mata uang kripto dengan mengatakan bahwa harga Bitcoin tidak alami kelanjutan. Menurutnya, investor juga akan mendapatkan kerugian yang signifikan akibat fenomena Bitcoin tersebut.
Burry juga mengatakan, “$ BTC adalah gelembung spekulatif yang menimbulkan banyak risiko daripada peluang walaupun banyak pendukungnya benar mengenai argumen mereka mengapa itu relevan dalam sejarah. Jika Anda tidak tahu berapa banyak leverage yang ada dalam run-up, mungkin Anda tidak cukup tahu untuk memilikinya”.
Namun, mengutip dari Fortune pada hari Kamis (4/3/2021), selang satu hari setelah mencuit hal tersebut, tweet itu kedapatan sudah dihapus. Terlepas dari tweet yang dihapus itu, Burry diketahui menyamakan antara kenaikan harga Bitcoin dengan peristiwa kejatuhan pasar perumahan yang terjadi pada 2007 silam.
Penyebab Cryptocurrency Bubble
Dalam beberapa kali diketahui cryptocurrency bubble dipengaruhi oleh sejumlah hal, di antaranya adalah:
1. Cuitan Elon Musk
Bukan rahasia lagi jika CEO Tesla Elon Musk merupakan salah satu orang kaya dan dikenal cukup vocal dalam berbicara mengenai mata uang kripto. Beberapa kali ia kedapatan mengunggah hal-hal berbau kripto pada akun Twitter-nya. Bahkan unggahannya di Twitter tersebut berhasil membuat sejumlah mata uang digital mengalami gejolak harga.
Namun, Musk juga sempat menulis tweet tentang peringatan kepada investor ketika ingin melakukan investasi mata uang kripto. Pendiri Tesla itu memberikan saran kepada warganet dan 53 juta followers-nya di Twitter agar berinvestasi kripto secara hati-hati. Mengutip dari cuitannya pada hari Jumat (7/5/2021), Musk menulis, “Cryptocurrency menjanjikan, tetapi harap berinvestasi dengan hati-hati”.
Meski demikian, Musk tetap memiliki keyakinan bila kripto bisa menjadi mata uang masa depan. Tak hanya itu, dia bahkan menjadikan Dogecoin sebagai salah satu contoh nyata. Mata uang yang dibuat sebagai meme bisa menjadi mata uang nyata saat ini. Miliarder ini juga pernah menyebut Dogecoin sebagai mata uang kripto favorit dan merakyat.
2. Tidak semua pemerintah setuju dengan mata uang kripto
China menjadi negara yang paling vocal dalam menolak keberadaan kripto. Mengutip dari beberapa sumber, pihak otoritas China menggencarkan razia tambang kripto dan menyebutnya praktik yang sangat merusak dan mengancam usaha negara itu untuk menurunkan emisi karbon. Bahkan grup industri keuangan China secara resmi juga melarang segala perdagangan dan layanan yang terkait dengan cryptocurrency.
Selain China, India juga pernah dikabarkan akan segera menekan undang-undang yang melarang peredaran mata uang kripto swasta. Hal ini untuk memuluskan Negeri Hindustan itu dalam memperkenalkan uang digital baru yang didukung bank sentral.
Sementara itu, jika mengutip dari Investopedia, Tiongkok bukanlah satu-satunya negara yang melarang mata uang kripto. Beberapa negara yang menerapkan aturan serupa terhadap mata uang digital itu yakni Rusia, Vietnam, Bolivia, Columbia, dan Ekuador. Meski terdapat beberapa negara yang menolak mata uang kripto, ada pula negara-negara yang menginzinkan terkait mata uang kripto, di antaranya adalah Amerika Serikat, Kanada, Australia, Finlandia, dan Uni Eropa.
Pingback: Inilah Daftar Lengkap Kripto yang Resmi di Indonesia
Pingback: Investor Kripto Berisiko Kehilangan Semua Uang
Pingback: Prediksi Kehancuran Aset Kripto dari Warrent Buffet