Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Gubernur Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo bahkan ikut berkomentar mengenai keputusan ini, menurutnya pembatalan kenaikan iuran BPJS adalah kabar yang menyenangkan bagi warga masyarakat.
Keputusan MA soal BPJS Kesehatan ini memancing pro dan kontra di masyarakat. Sebagian besar setuju dan mendukung putusan ini karena kenaikan iuran dianggap memberatkan. Tapi pada sisi lain pemerintah akan kelabakan karena putusan ini bisa membawa dampak bagi kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang selalu negatif.
Lantas dengan keputusan pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, bagaimana nasib iuran peserta yang sudah dibayar, dan apa dampaknya terhadap APBN?
Menurut Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, pihaknya akan lebih dulu untuk berdiskusi dengan kementerian terkait untuk menetapkan langkah yang diperlukan dalam menangani keputusan ini.
Suahasil Nazara juga menjelaskan, bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu pun turut berdampak pada pengeluaran negara. Karena pemerintah juga membayarkan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan tarif yang sudah naik.
Ia menambahkan, bahwa masih belum mengetahui pasti kapan pemerintah punya solusi bagi peserta yang sudah membayar kenaikan tarif. Ia berharap semua pihak bersabar untuk menunggu hasil diskusi pemerintah.

BPJS Kesehatan Batal Naik
Pada kesempatan lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kondisi keuangan BPJS Kesehatan masih negatif Rp 13 triliun. Dalam penjelasannya, keputusan pembatalan kenaikan iuran ini juga memiliki risiko lain.
Pasalnya, pemerintah telah membayarkan tambahan PBI sebagai konsekuensi kenaikan tarif iuran sesuai Perpres 75/2019 pada tahun lalu sebesar Rp 13,5 triliun. Jika kemudian Prepres dibatalkan, maka Kemenkeu perlu menarik kembali tambahan talangan PBI tersebut agar tidak menjadi catatan saat audit laporan keuangan pemerintah oleh BPK nantinya.
Sri Mulyani mengatakan bahwa pembatalan tarif iuran BPJS Kesehatan juga berisiko bagi APBN dan keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ke depan mengingat terbatasnya ruang fiskal pemerintah.
Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
