Crypto

Crypto Winter dan Kisah Penambang Kripto Rugi Rp 14,8 Triliun

Crypto Winter dan Kisah Penambang Kripto Rugi Rp 14,8 Triliun

Crypto Winter dan Kisah Penambang Kripto Rugi Rp 14,8 Triliun

Dunia kripto dilanda efek crypto winter pada beberapa bulan belakangan lalu. Hal ini tentunya menjadi sebuah kondisi yang sangat merugikan untuk para penambang kripto. Dari data yang dikutip dari Techspot dan Detik hari Minggu (21/8/2022), dilaporkan bahwa tiga perusahaan penambang Bitcoin terbesar di Amerika Serikat mengalami kerugian yang sangat fantastis.

Ketiga perusahaan itu yakni Core Scientific yang mencatatkan kerugian US$ 862 juta. Lalu Marathon Digital Holdings dengan kerugian US$ 192 juta, dan Riot Blockchain merugi US$ 366 juta. Dari ketiganya tersebut, mencatatkan kerugian di pasar modal hingga lebih dari US$ 1 miliar pada kuartal 2 2022.

Kerugian besar membuatnya menjual Bitcoin dengan jumlah yang lebih besar dari hasi penambangannya. Rata-rata, tiga penambang besar itu menjual 14.600 koin. Hal ini berbanding jauh dengan hasil penambangannya yang hanya 3.900 koin.

Perusahaan lain seperti Bifarms bahkan juga harus menguras setengah dari koin simpannya. Core Scientific pada bulan Juni lalu bahkan juga sudah menguras simpanan kriptonya 80 persen. Hasilnya, digunakan untuk menalangi biaya operasional dan dana ekspansi.

Baca Juga: Bagaimana Cara Kerja Penambang Crypto dan Prospeknya Di Masa Depan

Apa Itu Crypto Winter?

Dalam penjelasannya, istilah crypto winter adalah kondisi yang terjadi ketika nilai aset kripto mengalami penurunan drastis di bawah nilai tren bullish normal. Hal ini dapat dicontohkan misalnya pada bulan Juni tahun 2021 lalu. Dimana lima aset kripto terkemuka di dunia nyaris mengalami penurunan dalam waktu seminggu. Akibatnya, sejumlah trader berspekulasi bahwa akan terjadi musim dingin bagi aset kripto, alias crypto winter.

Saat itu, Bitcoin yang merupakan aset kripto tersohor dengan kapitalisasi pasar saat itu mencapai 611 miliar dolar AS, selama sepekan turun sebesar 7,5 persen. Ethereum juga nilainya merosot sebesar 14,5 persen. Kemudian, Binance Coin anjlok sebesar 14,6 dan Tether nilainya nyaris stagnan. Terakhir, Cardano (ADA) yang berada di urutan ketiga situs CoinMarketCap juga anjlok sebesar 6,4 persen.

Ketakutan para trader atau investor pada saat itu nampaknya tidak terbukti. Pasalnya, Bitcoin tidak mengalami penurunan hingga menyentuh nilai 20 ribu dolar AS sebagaimana yang dijelaskan oleh Peter Hank, analis di DailyFX. Dikutip dari CNBC Indonesia, musim dingin bagi aset kripto dapat terjadi apabila nilainya masuk ke level 20 ribu dolar AS. Sementara berdasarkan grafik harga Bitcoin di situs CoinMarketCap, pada 30 Juni, nilai Bitcoin berada di nilai 35 ribu dolar AS.

Baca Juga: Memahami Bitcoin Mining: Pengertian dan Perangkat yang Digunakan

Tren Diprediksi Terus Berlanjut?

Sementara itu, tren crypto winter diprediksi akan masih terus berlanjut. Bahkan tren ini disinyalir masih akan terjadi hingga kuartal tiga tahun ini. Pasalnya, bulan Juli merupakan penjualan kripto terbesar kedua dengan 6.200 koin yang berhasil di jual.

Efek dari crypto winter ini tidak hanya berdampak pada para penambang kripto saja, karena tempat penukaran kripto pun terkena imbasnya. Coinbase, tempat penukaran kripto terbesar di AS, merugi USD 1,1 miliar dan bahkan sudah mem-PHK 1.000 pegawainya pada Juni lalu.

Hal yang sama juga dialami oleh Open Sea, yang merupakan marketplace Non Fungible Token. Untuk informasi, OpenSea sendiri merupakan platform NFT terbesar di dunia. Dan kabar tak mengenakan tersebut datang langsung dari CEO OpenSea Devin Finzer. Yang men-tweet screenshot dari pesan Slack yang dia kirim ke seluruh staf perusahaan pada Kamis.

Dikutip dari Yahoo Finance, Finzer menyalahkan ketidakstabilan ekonomi di sekitar kripto secara khusus dan ekonomi secara luas terkait PHK karyawan tersebut. Pemotongan itu, akan mempersiapkan perusahaan jika terjadi penurunan yang berkepanjangan.

Anjloknya pendapatan OpenSea mulai terjadi sejak pasar kripto mengalami fenomena crypto winter atau penurunan likuiditas secara berkepanjang. Hal inilah yang membuat daya beli investor pada aset kripto menurun. Hingga sejumlah perusahaan jual beli aset digital, termasuk OpenSea mengalami krisis pendapatan.

Lita Alisyahbana
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top