Crypto

Tarjih Muhammadiyah Haramkan Kripto!

Tarjih Muhammadiyah Haramkan Kripto!

Tarjih Muhammadiyah Haramkan Kripto!

Diberitakan sebelumnya, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengeluarkan fatwa haram bagi cryptocurrency atau mata uang kripto. Hal itu merupakan keputusan forum Bahtsul Masail NU Jatim, pada hari Minggu (24/10/2021) lalu. Pentashih Bahtsul Masail Jatim, Kyai Azizi Chasbullah mengatakan bahwa walaupun crypto pada dasarnya telah diakui sebagai komoditi, namun tidak bisa dibenarkan menurut syariat.

Penyebab keputusan ini sebagaimana disampaikan dalam Bahtsu Masail yang mempertemukan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan beberapa pesantren se-Jawa Timur tersebut karena adanya kemungkinan yang bisa menghilangkan legalitas transaksi.

“Atas beberapa pertimbangan, di antaranya adalah akan adanya penipuan di dalamnya, maka dihukumi haram”, ungkap Kyai Azizi.

Hal senada juga dijelaskan oleh KH Ahmad Fahrur Rozi selaku Wakil Ketua PWNU Jatim. Melansir dari CNNIndonesia pada hari Rabu (27/10/2021) lalu, sosok yang dikenal dengan sapaan Gus Fahrur itu mengungkapkan, “Iya berdasarkan hasil Bahtsul Masail, cryptocurrency (hukumnya) haram”.

Dalam kajiannya, crypto dianggap lebih banyak memiliki unsur spekulasi dan tidak terukur. Hal itu, membuat NU Jatim berpendapat bahwa crypto tak bisa jadi instrumen investasi. “Karena lebih banyak unsur spekulasinya. Jadi itu tidak bisa menjadi instrumen investasi”, jelasnya.

Sementara itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menetapkan penggunaan cryptocurrency (mata uang kripto) hukumnya haram. Tepatnya, keputusan tersebut diambil dalam Forum Ijtima Ulama yang digelar di Hotel Sultan, pada hari Kamis (11/11/2021) lalu. Dalam acara tersebut, dijelaskan bahwa mata uang kripto dinilai mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 tahun 2015.

Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Soleh mengatakan terdapat tiga diktum hukum yang menerangkan bahwa kripto diharamkan sebagai mata uang. Mengutip dari Antara, Niam menjelaskan, “Dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli”. Namun untuk jenis kripto sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas, kata Niam, sah untuk diperjualbelikan.

Kini kabar mengenai mata uang digital juga datang dari Tarjih Muhammadiyah. Dalam kabar yang terbaru, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram pemakaian uang kripto alias cryptocurrency sebagai alat tukar maupun investasi.

Dikutip dari laman resmi Muhammadiyah pada hari Rabu (19/1/2022) ini, tertulis fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah yang berbunyi, “Dapat diketahui bahwa terdapat kemudaratan dalam mata uang kripto ini. Karenanya, dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi 01 tahun 2022 menetapkan bahwa mata uang kripto hukumnya haram baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar“.

“Mengenai hukum muamalah dengan mata uang kripto, telah ada beberapa lembaga otoritas fatwa keagamaan yang mengharamkan, seperti Al Azhar lewat Majma’ al Buhuts al Islamiyah dan Dar al Ifta Mesir. Di Indonesia, MUI memfatwakan bahwa ber-muamalah dengan Bitcoin atau sejenisnya hukumnya adalah haram, baik digunakan sebagai alat tukar juga sebagai komoditas”, lanjut pengumuman tersebut.

Dari laman yang sama juga dikatakan, “Sementara itu, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah memandang mata uang kripto ini dilihat dari dua sisi: sebagai instrumen investasi dan sebagai alat tukar. Dalam kerangka Etika Bisnis yang diputuskan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dalam Musyawarah Nasional XXVII di Padang tahun 2003 sebagai seperangkat norma yang bertumpu pada akidah, syariat, dan akhlak yang diambil dari Al Qur’an dan Sunah Al Maqbulah yang digunakan sebagai tolok ukur dalam kegiatan bisnis serta hal-hal yang berhubungan dengannya”.

Selain itu, dalam pengumuman tersebut juga dijelaskan, “Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat sebagaimana Firman Allah dan hadis Nabi Saw serta tidak memenuhi nilai dan tolok ukur Etika Bisnis menurut Muhammadiyah, khususnya dua poin ini, yaitu: tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90)”.

Seperti yang diketahui, jika aset kripto dilihat sebagai investasi dari sisi syariat Islam, mata uang kripto memang masih memiliki sejumlah kelemahan. Di antaranya yakni adanya sifat spekulatif dan nilai Bitcoin yang cenderung sangat fluktuatif. Sementara jika dilihat seagai alat tukar, aset kripto hukumnya adalah boleh sebagaimana kaidah fikih dalam ber-muamalah.

Dalam penggunaannya, mata uang kripto dapat dianggap hampir mirip dengan skema barter, selama kedua belah pihak sama-sama rida, tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku. Namun demikian, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah.

Terkait dengan mata uang kripto sebagai alat tukar, dalam laman situs yang sama dijelaskan, “Bagi Majelis Tarjih, standar mata uang yang dijadikan sebagai alat tukar seharusnya memenuhi dua syarat: diterima masyarakat dan disahkan negara yang dalam hal ini diwakili oleh otoritas resminya seperti bank sentral. Penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar sendiri, bukan hanya belum disahkan negara kita, akan tetapi juga tidak memiliki otoritas resmi yang bertanggungjawab atasnya. Belum lagi jika kita berbicara mengenai perlindungan terhadap konsumen pengguna Bitcoin”.

Bukan menjadi rahasia lagi bahwa hingga hari ini, investasi cryptocurrency atau aset kripto mengalami perkembangan yang semakin signifikan di kalangan investor milenial. Hal ini dapat diartikan bahwa investasi aset kripto tidak bisa lagi dipandang dengan sebelah mata.

Benny SR
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement
To Top