
Harga Bitcoin Anjlok Secara Beruntun, Bagaimana Prediksinya?
Harga mata uang kripto paling populer yakni Bitcoin mengalami penurunan secara beruntun. Setidaknya harga Bitcoin mengalami sebanyak tujuh kali dalam delapan hari berturut-turut. Akibatnya, para trader waspada harga Bitcoin bisa amblas ke US$ 32 ribu dan keluar dari kisaran rata-rata nilainya sepanjang tahun ini.
Jika melihat pada data dari Coinmarketcap pada hari Sabtu (7/5/2022), harga Bitcoin turun 0,80 persen dalam 24 jam. Dan turun 6,88 persen dalam sepekan, juga turun 20 persen dalam setahun ke US$ 35.972.
Berdasarkan data dari sumber yang sama, pada hari Senin pagi (9/5/2022), Bitcoin melemah 3 persen dalam 24 jam dan 10,81 persen dalam sepekan. Saat ini, harga Bitcoin berada di level USD 34.160,21 per koin atau setara Rp 495,2 juta (asumsi kurs Rp 14.498 per dolar AS).
Sedangkan pada pekan kedua Mei 2022, harga Bitcoin dan kripto jajaran teratas masih terus melanjutkan penurunan. Beberapa kripto yang sempat menguat tipis, harus kembali merosot ke zona merah.
Harga Bitcoin Berada di Zona Merah
Harga Bitcoin yang berada di zona merah, sedikit banyak dipengaruhi oleh keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) (Federal Reserve/The Fed). Dimana pada keputusan itu, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada hari Kamis (5/5) dini hari waktu Indonesia.
Baca Juga: Benarkah Kejayaan Bitcoin Hanya Bertahan Hingga di 2024?
Keputusan tersebut dilakukan untuk menekan angka inflasi yang terus melonjak di Negeri Paman Sam. Sebagaimana diketahui, inflasi berdasarkan consumer price index(CPI) di Amerika Serikat kini sudah menembus 8,5% (year-on-year/yoy) di bulan Maret. Angka tersebut adalah lebih tinggi dari bulan sebelumnya yakni 7,9% (yoy).
Tidak hanya menaikkan suku bunga, The Fed juga akan mengurangi nilai neracanya, sehingga likuiditas di perekonomian Amerika Serikat akan terserap lebih banyak. Harapannya inflasi bisa terkendali. Terserapnya likuiditas artinya jumlah dolar AS yang beredar menjadi berkurang, alhasil nilainya pun terus menanjak. Tidak heran, jika dolar AS menyentuh rekor tertingginya sejak dua dekade.
Selain itu, aset kripto juga terbebani oleh para trader yang menghindari risiko secara keseluruhan yang melanda pasar global. Yaitu ketika bank sentral memerangi inflasi sambil mencoba meredam penambahan stimulus selama pandemi Covid-19.
Baca Juga: Mata Uang Kripto Diramal Akan Kembali Ke Level Nol
Harga Bitcoin dan Prediksi dari Pakar
CEO dan pendiri Mudrek yakni Edul Patel, mengatakan bahwa Bitcoin turun hampir 10 persen. Artinya harga Bitcoin menembus harga support-nya, dan ada kemungkinan bahwa harganya dapat menembus di bawah level saat ini.
David Duong, Kepala Penelitian Institusional di Coinbase Global Inc., berargumen bahwa ada banyak hambatan yang dihadapi aset kripto seperti Bitcoin dan pasar lainnya tahun ini. Termasuk kebijakan bank sentral yang lebih hawkish, serta ketidakpastian atas jalur ekonomi global.
Duong mengatakan, “Yang perlu menjadi perhatian adalah banyak pemikiran bahwa masih ada peluang besar untuk koreksi penurunan lebih lanjut di seluruh aset berisiko”.
Sementara itu, Paul Spirgel, Analis Reuters, memperkirakan titik resistance Bitcoin kini ada di US$ 38.000/koin. Ini karena Bitcoin sudah beberapa kali gagal menembus level US$ 40.000/koin. Jika harga Bitcoin turun hingga ke US$ 37.000/koin, lanjut Spirgel, maka target berikutnya akan ada di US$ 34.300/koin. Bahkan bukan tidak mungkin harga Bitcoin akan turun hingga ke US$ 33.000/koin.
- Volatilitas Bitcoin vs. Volatilitas Forex: Mana yang Lebih Berisiko? - Maret 28, 2025
- Mengapa Broker Forex Melarang Trader Menggunakan Full Margin? - Maret 27, 2025
- Memahami Konsep One Day One Entry Forex: Legal atau Ilegal? - Maret 26, 2025
