
Kasus Skema Ponzi Kripto Catat Kerugian Rp 45,5 Triliun
Dari laporan sebuah website yang melacak penipuan investasi, dilaporkan jika di tahun 2022 jumlah penipuan dengan skema Ponzi melonjak hampir 70 persen. Dan dari jumlah tersebut, dijelaskan bahwa 25 persen kasus melibatkan aset cryptocurrency.
Sebelmunya, pada tahun 2021, terdapat sekitar 34 kasus skema Ponzi terungkap. Dan lebih dari 25 persen skema penipuan ini melibatkan cryptocurrency. Sedangkan sebanyak 57 skema Ponzi ini merupakan temuan pada 2022, mewakili Rp 80,4 triliun dana investor menurut Ponzitracker.
Selain itu, Ponzitracker juga mengatakan jika jumlah total dana investor yang berisiko dalam kasus Ponzi terkait kripto hampir Rp 45,5 triliun dari total US$ 5 miliar pada 2022. Jumlah kerugian per kasus rata-rata pada 2022 adalah US$ 94 juta atau setara Rp 1,4 triliun.
Baca Juga: 4 Ciri-Ciri Penipuan Kripto yang Harus Anda Ketahui!
Apa Itu Skema Ponzi?
Dalam penjelasannya, skema Ponzi merupakan praktik yang membayarkan keuntungan untuk investor dari uang sendiri atau dibayarkan oleh investor berikutnya. Praktik penipuan ini dilakukan berdasarkan perekrutan sejumlah investor melalui promotor awal, dan mempengaruhi investor tersebut untuk menarik investor lainnya. Promotor awal adalah orang atau inisiator investasi yang berada di puncak piramida. Orang inilah yang menjadi kunci di skema Ponzi.
Sekilas, skema ini mirip seperti bisnis pemasaran MLM. Namun, skema Ponzi akan runtuh jika tidak ada investor yang berhasil menarik investor baru. Sehingga, aliran dana dari sejumlah investor tersebut tidak masuk ke promotor awal. Untuk informasi, skema Ponzi sendiri pertama kali dilakukan oleh seorang penipu ulung dari Amerika Serikat, Charles Ponzi di sekitar medio awal 1900-an.
Pada perkembangannya, skema ini ini pun mengalami banyak modifikasi. Misalnya menjadi skema piramida yang menjadi modus investasi bodong. Dan biasanya investor justru diminta untuk mencari investor baru dengan iming-iming sejumlah bonus tertentu bila ia berhasil merekrut investor baru.
Baca Juga: Mengenal Charles Ponzi, Sang Guru Investasi Bodong
Kasus Terbesar Sepanjang Sejarah
Sementara itu, Ruja Ignatova yang merupakan perempuan asal Bulgaria dilaporkan telah menggelapkan uang hampir Rp 60 triliun. Pada Juni 2022, ia resmi menjadi buronan FBI dan orang yang paling dicari. Ignatova, yang dijuluki Ratu Kripto, berhasil melarikan diri setelah perbuatannya berhasil terbongkar. Ia melakukan penipuan mata uang kripto yang lebih dikenal dengan OneCoin.
Menurut tuduhan yang dibuat oleh jaksa federal, penipuan itu pada dasarnya adalah skema Ponzi yang disamarkan sebagai mata uang kripto. FBI menambahkan Ruja Ignatova masuk daftar buronan yang paling dicari ketika mereka yakin masyarakat umum mungkin dapat membantu melacaknya.
Diketahui bahwa Ignatova sudah melancarkan aksinya sejak tahun 2016, dengan menjanjikan kecemerlangan OneCoin. Kala itu, pamor kripto tengah meningkat tajam dan OneCoin melonjak di Amerika Serikat (AS). Namun, Ignatova sudah mengetahui mengenai kebocoran dokumen kepolisian yang berisi tentang penangkapannya. Akibat penipuan itu, banyak investor yang tertipu miliaran dolar AS. Ignatova bahkan disebut sebagai penipu kripto paling besar sepanjang sejarah.
Baca Juga: 5 Kasus Penipuan Kripto Terbesar di Dunia
