Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak dari aset kripto sebesar Rp 126,75 miliar. Pajak kripto tersebut terdiri dari PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dan penyetoran sendiri Rp 60,76 miliar dan PPN Rp 65,99 miliar.
Suryo Utomo selaku Direktur Jenderal Pajak menjelaskan terkait hal ini. Suryo menyampaikan bahwa pihaknya telah berhasil mengumpulkan Rp 126,75 miliar dari pajak kripto selama Juni-Agustus 2022.
“Pemajakan atas aset kripto PPh 22, sama nih, bulan Juni mulai. Berarti bulan ketiga Juni, Juli, Agustus kita dapat Rp 125 miliar. PPh 22 Rp 60 miliar, ini yang tarifnya 0,5% kemudian untuk PPN-nya Rp 65 miliar”, katanya.
Selain pajak kripto, DJP juga telah memungut pajak dari peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol) dengan total Rp 107,25 miliar dalam jangka waktu yang sama. Pajak tersebut berasal dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT Rp 74,44 miliar. Lalu, Rp 32,81 miliar dari PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN dan BUT.
Baca Juga: Pertumbuhan Aset Kripto di Indonesia Masuk Top 20 Dunia
Pajak Kripto Telah Berlaku Sejam 1 Mei
Untuk informasi, pajak kripto mulai ditagih pada Mei lalu, dan penyetoran awal dilakukan pada Juni 2022. Sampai saat ini sudah tiga bulan DJP menarik pajak kripto. Adapun besaran pajaknya sebesar 0,11 persen dan 0,22 persen untuk PPN, serta 0,1 persen dan 0,02 persen melalui PPh pasal 22 final.
Dalam pengenaan PPN dan PPh ini ada beberapa catatan yaitu tergantung dari kegiatan yang dilakukan, baik pedagang, penambang maupun pembeli. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan pengenaan pajak ini kripto menjadi setara dengan saham untuk instrumen investasi.
Tarif pajak kripto diatur dalam PMK No. 68/PMK.03/2022. Sebagai catatan, pajak atas P2P lending dan kripto tersebut telah mulai berlaku pada Mei 2022 dan mulai dilaporkan Juni 2022. Kedua pajak baru ini merupakan mandat dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dengan demikian, Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) Kemenkeu telah mengumpulkan total Rp 234 miliar per Agustus 2022.
Baca Juga: Regulasi Kripto Indonesia Lebih Baik Dari Negara Lain
Transaksi Kripto Anjlok 56 Persen, Bappebti Yakin Masih Prospektif
Sementara itu, nilai transaksi perdagangan kripto sepanjang Januari hingga Agustus 2022 tercatat turun 56,35% dibandingkan tahun lalu menjadi Rp 249,3 triliun. Namun Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tetap optimistis pasar kripto Indonesia bisa terus menguat.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Tirta Karma Senjaya menjelaskan terkait hal ini. Tirta mengatakan bahwa pasar kripto dalam negeri masih aman meskipun transaksi sedang menurun.
“Walaupun bergejolak cenderung turun, pengamat kripto banyak yang sampaikan bahwa aset dengan kapitalisasi pasar besar masih akan bertahan”, katanya.
Pasar kripto diyakini masih kondusif mengingat nasabah atau investor aset kripto yang bertransaksi di platform yang terdaftar di Bappebti jelas terukur kapasitasnya. Hal ini karena sistem penilaian yang dilakukan Bappebti.
Berdasarkan data Bappebti, nilai transaksi perdagangan aset kripto memang tercatat turun. Tetapi jumlah pelanggan aset kripto yang terdaftar di Indonesia sampai Agustus 2022 tercatat sebanyak 16,1 juta pelanggan, dengan rata-rata kenaikan jumlah pelanggan sebanyak 725.000 per bulan.
- Pump Forex: Definisi, Cara Identifikasi, dan Risiko - Oktober 1, 2024
- Memahami Teori Purchasing Power Parity Forex dalam Menganalisis Pergerakan Mata Uang - September 25, 2024
- Apa Analisis Trading Forex yang Cocok untuk Trader Pemula? - September 23, 2024