Para penambang kripto dilaporkan tengah kesulitan dalam membayar cicilan pemblian mesin penambang. Hal ini disinyalir karena efek dari crypto winter. Dimana diketahui, ekosistem kripto tengah dilanda ketidakpastian. Bahkan beberapa perusahaan kripto menyerah, melakukan PHK besar-besaran dan sebagian menyatakan bangkrut.
BlockFi misalnya, telah mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 11 pada hari Senin (28/11/2022) kemarin. Pengajukan ini sendiri ditujukan kepada Pengadilan Kebangkrutan Amerika Serikat untuk Distrik New Jersey. Dalam pengajuannya, perusahaan mengindikasikan mereka memiliki lebih dari 100.000 kreditur. Dengan kewajiban dan aset mulai dari USD 1 miliar (Rp 15,7 triliun) hingga USD 10 miliar (Rp 157,5 triliun).
Juga terdapat Stronghold Digital Mining yang sudah mulai mengembalikan puluhan ribu alat penambangnya untuk mengurangi utangnya. Namun hal ini pun tak menyelesaikan masalah karena nilai mesin-mesin ini sudah merosot hingga 85 persen sejak November lalu. Banyak juga perusahaan yang menolak membayar cicilan utang meskipun saat ini mereka masih mampu secara finansial, yang mereka lakukan karena nilai mesin penambangnya kini sudah jauh lebih kecil ketimbang sisa utang mereka.
Baca Juga: Bagaimana Cara Kerja Penambang Crypto dan Prospeknya Di Masa Depan
Apa Itu Crypto Winter?
Dalam penjelasannya, istilah crypto winter adalah kondisi yang terjadi ketika nilai aset kripto mengalami penurunan drastis di bawah nilai tren bullish normal. Hal ini dapat dicontohkan misalnya pada bulan Juni tahun 2021 lalu. Dimana lima aset kripto terkemuka di dunia nyaris mengalami penurunan dalam waktu seminggu. Akibatnya, sejumlah trader berspekulasi bahwa akan terjadi musim dingin bagi aset kripto, alias crypto winter.
Saat itu, Bitcoin yang merupakan aset kripto tersohor dengan kapitalisasi pasar saat itu mencapai US$ 611 miliar, selama sepekan turun sebesar 7,5 persen. Ethereum juga nilainya merosot sebesar 14,5 persen. Kemudian, Binance Coin anjlok sebesar 14,6 dan Tether nilainya nyaris stagnan. Terakhir, Cardano (ADA) yang berada di urutan ketiga situs CoinMarketCap juga anjlok sebesar 6,4 persen.
Ketakutan para trader atau investor pada saat itu nampaknya tidak terbukti. Pasalnya, Bitcoin tidak mengalami penurunan hingga menyentuh nilai US$ 20 ribu sebagaimana yang dijelaskan oleh Peter Hank, analis di DailyFX. Mengutip data dari Bloomberg, saat nilai Bitcoin sedang tinggi-tingginya, yakni mendekati US$ 69 ribu dan margin keuntungan mencapai 90 persen.
Baca Juga: 4 Fakta yang Membuat Bitcoin Jadi Kripto Paling Populer
Penambang Pilih Menjual Aset
Diberitakan sebelumnya, ketakutan para investor akan ancaman bear market telah membuat para penambang kripto Bitcoin memilih untuk menutup akun. Dan menjual kepemilikan koin Bitcoin demi mengurangi biaya operasional.
Kisah penambang Bitcoin raksasa di Kanada, Bitfarms, misalnya. Yang mengumumkan pada hari Selasa (21/6/2022) lalu, bahwa mereka terpaksa menjual hampir 50% cadangan Bitcoin atau setara 3.000 Bitcoin selama sepekan terakhir. Hal ini merupakan dampak dari lesunya pasar kripto yang parah.
Sebelumnya, penambang di AS melakukan hal serupa dengan penjualan sebanyak 4.411 Bitcoin sepanjang Mei 2022. Serangkaian kasus di industri kripto tampak membuat ini semakin merana, seperti kasus jatuhnya ekosistem Terra. Juga penghentian layanan dari Celsius Network dan rumor bangkrutnya perusahaan hedge fund kripto terbesar, Three Arrows Capital (3AC).
- Cara Setting Indikator Bollinger Band yang Tepat - Desember 1, 2024
- Memahami Pola Candlestick Outside Bar dalam Analisis Teknikal Forex - November 25, 2024
- Panduan Strategi Trading Harian dengan Spread Forex Kecil - November 20, 2024