Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan pajak kripto dan fintceh hingga Desember 2022 telah mencapai Rp 456,49 miliar. Secara rinci, Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan mengatakan untuk penerimaan pajak kripto totalnya 246,45 miliar.
Angka itu terdiri dari PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dan penyetoran sendiri Rp 117,44 miliar. Serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) DN atas pungutan oleh non-bendaharawan Rp 129,01 miliar.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022, atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 1 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11 persen. Bila perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22 persen.
Untuk diketahui, pajak fintech mulai berlaku sejak 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan dan dilaporkan di bulan Juni. Hingga Desember 2022, pemerintah telah mengantongi Rp 210,04 miliar dari pajak fintech.
Adapun rinciannya adalah Pajak Penghasil (PPh) 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Subjek Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dengan nilai Rp 121,84 miliar. Dan PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Subjek Luar Negeri (WPLN) mencapai Rp 88,20 miliar.
Baca Juga: Pajak PPN dan PPH pada Transaksi Perdagangan Aset Kripto
Pedagang Minta Pajak Kripto Turun Jadi 0,05%
Sementara itu, Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) keberatan akan besaran pungutan pajak pada aset kripto. Ketua Umum Aspakrindo Teguh Kurniawan Harmanda meminta agar besaran pajak kripto diturunkan.
“Bukan tidak setuju, aset kripto atau komoditas yang lain ketika ada pungutan pajak maka industri akan lebih legitimate. Cuma memang dalam penerapannya butuh ada hitungan pajak yang ideal, ini yang akan membentuk sebuah titik ideal”, katanya.
Teguh mengatakan pihaknya meminta kepada Kementerian Keuangan agar menurunkan pajak penghasilan (PPh) menjadi 0,05%. Di mana yang berlaku saat ini pungutan pajak kripto atau PPh bagi penjual 0,1%
“Minta diturunin juga kita waktu itu minta industri baru idealnya lebih diberikan insentif, tetapi kita nggak tahu arahnya seperti apa kebijakan yang di Kementerian Keuangan. (Aspakrindo minta pajak turun) 0,05%”, katanya lagi.
Menurutnya, dengan besaran pungutan pajak kripto saat ini membuat banyak investor memilih investasi kripto di luar negeri. Hal ini tentu merugikan pedagang aset kripto di dalam negeri. Kemudian, Teguh juga menyinggung pajak pertambahan nilai (PPN). Menurut dia seharusnya dalam hal investasi atau keuangan tidak ada PPN. Namun, Teguh tidak secara langsung mengatakan bahwa dia meminta PPN aset kripto dihapus.
Meski begitu, Teguh menegaskan pihaknya bukan tidak setuju akan pungutan pajak aset kripto yang telah ditentukan pemerintah. Namun, menurutnya yang saat ini berlaku belum ideal.
Baca Juga: Penerapan Pajak Kripto Dianggap Terlalu Dini
Transaksi Jeblok Lebih dari 50 Persen
Transaksi aset kripto sepanjang bulan Januari hingga November 2022 lalu mencapai Rp 296,66 triliun. Jumlah tersebut menurun bila dibanding pada 2021 yang sebesar Rp 859,4 triliun.
Penurunan nilai transaksi itu sejalan dengan sebuah survei yang dilakukan lembaga Amerika Serikat (AS). Plt. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan, survei itu menyebutkan, popularitas aset kripto menurun pada tahun lalu.
Survei dengan responden yang telah berinvestasi kripto di Amerika Serikat pada 2022 sebesar 18%, sedangkan penduduk yang berencana berinvestasi sebesar 15%. Sementara pada 2020, popularitas pemilik aset kripto adalah sebesar 8% naik menjadi 11%.
Seperti yang diketahui, tahun 2022 memang dinilai sebagai musim dingin atau winter bagi aset kripto. Harga aset kripto besar berguguran sepanjang tahun lalu, imbas dari berbagai sentimen global. Didid menilai, fenomena winter crypto masih akan berlanjut hingga tahun ini. Menurutnya, saat ini harga kripto belum mencapai titik terendah, namun sudah mendekatinya.
Meski popularitas kripto menurun, namun Bappebti Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, jumlah investor kripto di Tanah Air masih mengalami peningkatan. Tercatat hingga November 2022, jumlah investor kripto di Indonesia mencapai 16,55 juta pelanggan terdaftar.
Secara tahun kalender, jumlah investor kripto bertambah sekitar 5,35 juta pelanggan. Akan tetapi data Bappebti menunjukan, pada periode September-November 2022 terjadi penurunan penambahan investor baru kripto yang cukup signifikan.
Baca Juga: Apa Itu Crypto Winter?
- Menggunakan Indikator DiNapoli Stochastic untuk Sinyal Trading yang Akurat - September 30, 2024
- Apa Saja Manfaat Penting Watchlist Trading Forex Bagi Trader? - September 27, 2024
- Self Control Trading Forex: Strategi untuk Hindari Kerugian - September 26, 2024
Pingback: Kebijakan Pajak Kripto Dinilai Masih Beratkan Investor