Trading

Penipuan Robot Trading Masih Jadi Ancaman di 2023?

Penipuan Robot Trading Masih Jadi Ancaman di 2023?

Penipuan Robot Trading Masih Jadi Ancaman di 2023?

Tongam L Tobing selaku Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) menilai jika tahun 2023 modus investasi ilegal masih akan muncul dan berkembang, termasuk penipuan robot trading. Menurutnya, hal ini karena investasi ilegal merupakan kejahatan. Dan para pelaku akan mencari beragam modus penawaran investasi yang menggiurkan untuk dimanfaatkan. Padahal tujuannya hanya untuk menipu masyarakat.

“Kami memprediksi pada tahun 2023 masih ada penipuan berkedok investasi dengan berbagai modus. Yaitu investasi berkedok kripto, NFT, robot trading dan penipuan-penipuan yang memberikan iming-iming imbal hasil tinggi seperti yang dialami oleh mahasiswa IPB beberapa waktu lalu”, katanya.

Selain itu, Tongam juga menyampaik jika kejahatan digital juga akan terus berkembang seperti skimming, phising, social engineering dan sniffing. Dalam pesannya kepada masyarakat, Tongam mengatakan untuk terhidar dari kerugian investasi, masyarakat harus ingat 2L, yakni legal dan logis.

Legal artinya masyarakat perlu teliti legalitas lembaga dan produknya. Anda harus mengecek apakah kegiatan atau produknya sudah memiliki izin usaha dari instansi terkait atau jika sudah punya izin usaha. Cek juga apakah sudah sesuai dengan izin usaha yang dimiliki (bisa jadi hanya mendompleng izin yang dimiliki padahal kegiatan atau produknya yang dilakukan tidak sesuai dengan izinnya).

Dan logis artinya Anda harus memahami mengenai proses bisnis yang ditawarkan. Apakah masuk akal sesuai dengan kewajaran penawaran imbal hasil yang ditawarkan. Apabila perusahaan menjanjikan imbal hasil tetap (fix income), dalam jumlah yang tidak wajar, tanpa risiko, dan menawarkan bonus dari perekrutan anggota maka patut dicurigai.

Baca Juga: Robot Trading dan Pengakuan Kesalahan Bappebti

Penipuan Robot Trading Jadi Pemicu Tertinggi Kasus Investasi Ilegal

Diberitakan sebelumnya, kasus investasi ilegal dengan menggunakan skema robot trading menjadi salah satu pemicu kasus penipuan tertinggi di sepanjang tahun 2022. Tentu saja, hal ini mengakibatkan total kerugian yang tidak sedikit. Ditaksir, dari kasus yang terjadi di sepanjang tahun lalu, kerugian kasus investasi ilegal dengan skema robot trading mencapai Rp 109, 67 triliun.

Dalam catatannya, SWI mengungkapkan satu fakta penting. Bahwa angka tersebut lebih tinggi dari total kerugian tahun 2018 hingga 2021 yang mencapai Rp 13,84 triliun. Ketua SWI Tongam L. Tobing mengatakan untuk tahun 2022, kasus terbanyak berasal dari investasi ilegal yang dilakukan oleh pemain robot trading.

Dalam penjelasannya, Tongam menyampaikan jika pada 2018 jumlah kerugian mencapai Rp 1,4 triliun dan 2019 menjadi Rp 4 triliun. Jumlah itu meningkat pada 2020 menjadi Rp 5,9 triliun. Sejalan dengan adanya pandemi Covid-19, jumlah kerugian pada 2021 menurun menjadi Rp 2,54 triliun.

Dan pada 2022 atau sepanjang tahun berjalan jumlah kerugian dari investasi bodong melonjak hampir 44 kali lipat dari 2021. Dari besarnya kerugian ini, dia menyebut bahwa pemicu utamanya adalah robot trading. Maraknya penawaran investasi robot trading dengan iming-iming keuntungan besar dan cepat justru malah menimbulkan kerugian sangat tinggi.

Bukan menjadi rahasia lagi jika kasus robot trading memang telah marak di masyarakat dan banyak memakan korban. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat sepanjang 2022 selama Januari-1 Desember 2022, tercatat total transaksi terkait investasi ilegal atau robot trading mencapai Rp 35 triliun. Sebanyak 662 rekening dihentikan sementara terkait kegiatan ini dengan nilai Rp 761 miliar.

Baca Juga: Inilah 3 Kasus Robot Trading Fenomenal yang Terjadi di Indonesia

LPSK Terima 4.550 Pemohon Ganti Rugi

Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerima 4.550 pengajuan permohonan ganti rugi atau restitusi. Permohonan tersebut datang dari para korban Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari kasus 15 platform robot trading ilegal. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menyebutkan, data itu pemohon itu dihimpun sejak Maret hingga Desember 2022.

“Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.063 permohonan yang telah dilakukan penghitungan oleh LPSK dengan jumlah total mencapai Rp 1.963.967.880.292 (Rp 1,963 triliun),” ujar Edwin pada Jumat (23/12/2022) silam.

Kemudian, sisanya sebanyak 487 permohonan tidak dapat diproses penghitungan karena tak bisa memberikan data pendukung atas kerugiannya. Adapun para korban pemohon yang mengajukan restitusi ke LPSK dalam kasus robot trading Fahrenheit, Viralblast, Binomo, Quotex, Olymtrade, dan DNA Pro. Lalu, KSP Indo Surya, Fikasa, Sunmod Alkes, Evotrade, Yagoal, ATG, FIN888, NET 89, dan KSP Sejahtera Bersama.

Dari laporan itu, kasus robot trading Fahrenheit, Viralblast, Binomo, Quotex, Olymtrade, Sunmod Alkes, dan Evotrade status hukumnya telah divonis. Namun, beberapa pemohon restitusi belum mendapat ganti rugi berdasarkan putusan pengadilan.

“Beberapa putusan dari perkara ini, itu tidak mengabulkan tuntutan restitusi. Karena beberapa kasus, misalnya pada Quotex dan Binomo, itu dinyatakan sebagai judi. Tentu menjadi sulit kalau binomo dan Quotex disebut sebagai judi, tentu tidak ada korbannya, karena para pihaknya adalah pelaku”, katanya.

Akan tetapi, ada proses hukum banding dan kasasi untuk menilai apakah penilaian hakim pada pihak pertama itu tepat atau tidak.

“Kami sepenuhnya menyerahkan itu pada majelis hakim”, tambahnya lagi.

Baca Juga: Dapatkah Dana Korban Robot Trading Ilegal Dikembalikan?

William Adhiwangsa
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

hadiah trading octafx
To Top