Seperti yang diketahui, pajak kripto telah diberlakukan pada bulan Mei 2022 silam. Kini dalam kabar terbaru, realisasi penerimaan pajak dari transaksi aset kripto Indonesia tercatat mencapai Rp 48,19 miliar. Untuk informasi, pajak atas transaksi aset kripto mulai dipungut sejak 1 Mei 2022. Dan mulai dibayarkan serta dilaporkan oleh para exchanger pada Juni 2022.
Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menjelaskan terkait hal ini. Bahwa realisasi penerimaan pajak kripto yang sebesar Rp 48,19 miliar terdiri dari Rp 23,08 miliar berasal dari PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui PPMSE dalam negeri dan penyetoran sendiri. Serta pajak kripto juga berasal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri atas pemungutan oleh non bendaharawan Rp 25,11 miliar.
Baca Juga: Investor Kripto Diimbau Gunakan Exchange Yang Terdaftar Resmi
Sebagai tambahan informasi, pajak atas transaksi kripto dipungut seiring dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebelumnya memperkirakan, potensi penerimaan negara dari pengenaan pajak atas transaksi kripto mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
“Total transaksi kripto ini sekitar Rp 850 triliun. Coba dikali 0,2%, jadi sekitar Rp 1 triliun,” kata Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa dan PTLL Bonarsius Sipayung.
Hitungan Besaran Tarif PPN Dan PPH Pajak Kripto
Hitungan Besaran Tarif PPN
1. 1% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, jika Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) merupakan pedagang fisik aset kripto.
2. 2% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, jika PMSE bukan merupakan pedagang fisik aset kripto.
Baca Juga: Investasi Kripto Diprediksi Masih Tetap Menarik Investor
Hitungan Besaran Tarif PPh
1. 0,1% dari nilai transaksi aset kripto, tidak termasuk PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), berlaku bagi penjual aset kripto, penyelenggara PMSE dan penambang aset kripto.
2. Jika penyelenggara PMSE bukan pedagang fisik aset kripto, maka PPh pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2%.
Pajak Kripto Dianggap Terlalu Dini
Sebelumnya, Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) menilai bahwa penerapan pajak pada aset cryptocurrency masih terlalu dini. Asih Karnengsih selaku Chairwoman ABI turut berkomentar terkait hal ini. Asih mengungkapkan bahwa calon pedagang fisik aset kripto harus mempersiapkan proses teknis pemotongan pajak.
Kemudian, melakukan sosialisasi kepada pelanggan aset kripto (traders/investor) yang akan menjadi pembayar pajak. Pengenaan PPN yang tertuang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto juga dianggap masih butuh banyak pertimbangan.
Baca Juga: Bursa Kripto Masih Menggantung, Pengamat Desak Realisasi
Dalam pernyataannya pada hari Kamis (30/6/2022), Asih mengatakan, “Industri Aset Kripto saat ini menjadi salah satu hal yang diperhatikan oleh pemerintah. Karena memiliki potensi yang besar untuk dapat menyumbang pada pendapatan Negara”.
Di sisi lain, tarif pajak dianggap dapat mengurangi daya kompetitif bagi pelaku usaha aset kripto dalam negeri. Sehingga dikhawatirkan calon pelanggan dalam negeri akan berpaling dan memilih bertransaksi menggunakan pedagang fisik aset kripto luar negeri.
- Cara Membaca Pola Impulsif dan Korektif dalam Pola Elliott Wave Forex - Desember 4, 2024
- Inilah 5 Cara Mendapatkan Rebate Forex Secara Maksimal! - Desember 3, 2024
- Bagaimana Nilai Spread Forex Mempengaruhi Profit Anda? - November 22, 2024