Untuk informasi, Bank Indonesia (BI) mengatakan bahwa saat ini terdapat lebih dari 20.000 jenis aset kripto yang tersebar di seluruh dunia. Hal itu seiring meningkatnya aliran investasi ke instrumen tersebut dari waktu ke waktu.
Deputi Gubenrnur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan jenis aset kripto semakin bertambah selama pandemi Covid-19. Juda mengungkapkan bahwa jumlah aset kripto tersebut masih akan bertambah dari tahun ke tahun, demikian juga dengan dana yang mengalir ke aset kripto.
Meski begitu, Juda tetap mengingatkan bahwa risiko dari perkembangan aset kripto juga ikut meningkat. Hal tersebut sejalan dengan tingginya nilai kapitalisasi pasar kripto. Untuk itu berbagai bank sentral di dunia berupaya untuk menerbitkan uang digital atau Central Bank Digital Currency(CBDC), termasuk BI.
Baca Juga: Aset Kripto Layak Menjadi Investasi Masa Depan?
Menurut Juda, CBDC berpotensi cocok untuk digunakan sebagai alat tukar yang sah dalam ekosistem terdesentralisasi dibandingkan uang kertas tradisional. Selain itu, CBDC juga harus mampu tampil sebagai instrumen untuk mempengaruhi insentif pasar, serta untuk mengelola risiko keuangan yang muncul dari ekosistem yang terdesentralisasi.
Aset Kripto dan Penerbitan CBDC
Diberitakan sebelumnya, BI akan meluncurkan kajian (white paper) yang berisi tentang konsep CBDC atau Rupiah Digital pada akhir tahun 2022 ini. Meski begitu, hingga kini belum ada jadwal yang pasti kapan pengganti mata uang fiat tersebut akan mulai diimplementasikan.
Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono menyampaikan hal ini dalam pembukaan diskusi Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 pada hari Selasa (12/7/2022) di Nusa Dua, Bali.
Doni mengatakan, “Aset kripto potensial digunakan untuk mengembangkan inklusivitas dan efisiensi sistem keuangan. Meski di sisi lain juga berpotensi menimbulkan sumber risiko baru yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi moneter dan sistem keuangan”.
Menurut Doni, eksplorasi penerbitan CBDC dilakukan berdasarkan enam tujuan. Pertama menyediakan alat pembayaran digital yang risk-free menggunakan central bank money. Kedua, memitigasi risiko non-sovereign digital currency dan ketiga memperluas efisiensi dan ketahapan sistem pembayaran, termasuk cross border.
Baca Juga: Tiga Poin Penting Sebelum Investasi Aset Kripto
Keempat, memperluas dan mempercepat inklusi keuangan. Kelima menyediakan instrumen kebijakan moneter baru dan keenam memfasilitasi distribusi fiscal subsidy.
Kripto VS CBDC
Selain itu, Doni juga menyadari bahwa perkembangan kripto sebagai aset berkembang sangat pesat di dunia, maupun Indonesia sendiri, karena memberikan keuntungan. Akan tetapi aset kripto sebagai alat pembayaran tidak pernah diakui di dalam negeri karena mengandung risiko berbahaya.
Oleh karena itu, CBDC diyakini dapat berperan penting bagi sistem keuangan di masa depan. Bahkan mata uang digital bank sentral ini dinilai cocok untuk digunakan sebagai alat tukar yang sah dalam ekosistem terdesentralisasi. CBDC dipandang harus bisa dijadikan instrumen untuk mengantisipasi adanya risiko stabilitas keuangan yang kemungkinan bisa terjadi dalam ekosistem terdesentralisasi.
BI mencatat, berdasarkan survey BIS tahun 2021 sebanyak 86% responden bank, secara aktif meneliti dan mengembangkan CBDC. Dan 60% diantaranya sedang dalam tahap eksperimen dan 14% telah menerapkan proyek percontohan atau uji coba.
Baca Juga: Investor Aset Kripto di Indonesia Capai 14 Juta Orang
Doni juga menjelaskan bahwa penerbitan panduan CBDC ini diperlukan karena BI melihat terdapat beberapa risiko yang harus diantisipasi. Sehingga dibutuhkan kerangka dan regulasi untuk mengatasi resikonya. Selain itu, keberadaan aset kripto juga melatarbelakngi BI dalam menjajaki desain dan penerbitan CBDC.
- Cara Membaca Pola Impulsif dan Korektif dalam Pola Elliott Wave Forex - Desember 4, 2024
- Inilah 5 Cara Mendapatkan Rebate Forex Secara Maksimal! - Desember 3, 2024
- Bagaimana Nilai Spread Forex Mempengaruhi Profit Anda? - November 22, 2024
Pingback: Token ASIX Milik Anang Hermansyah Belum Lolos Seleksi