Crypto

Perbedaan CBDC dan Bitcoin

Dengan keberhasilan Bitcoin, bank sentral yang biasanya menerbitkan dan mengelola mata uang fiat tradisional, kini telah mulai mempertimbangkan untuk menerbitkan mata uang digital.

Seperti yang diketahui, Bank Indonesia (BI) berencana akan menerbitkan mata uang rupiah digital yang dikelola bank sentral, seiring maraknya fenomena mata uang kripto yang berkembang selama pandemi Covid-19.

Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, saat ini bank sentral masih merumuskan mengenai pembentukan Center Bank Digital Currency (CBDC).

Dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2021 hari Kamis (25/2/2021) lalu, Perry mengatakan, “Kami rumuskan Central Bank Digital Currency yang BI akan terbitkan dan edarkan dengan bank-bank dan fintech secara whole shale dan ritel“.

Adapun untuk membentuk mata uang digital itu, pihaknya melakukan kerja sama yang erat dengan bank sentral lain di berbagai dunia. Bank-bank sentral ini bakal melakukan studi komprehensif mengenai peredaran mata uang digital tersebut.

Untuk informasi, Rupiah atau mata uang digital lainnya disebut CBDC tentu berbeda dengan mata uang kripto seperti Bitcoin yang populer belakangan ini.

Mata uang konvensional atau fiat yang beredar saat ini diterbitkan, dikendalikan juga diawasi oleh bank sentral. Jumlahnya pun bisa ditambah atau dikurangi sesuai dengan keperluan bank sentral untuk menggerakkan roda perekonomian. Artinya CBDC akan lebih stabil karena dikontrol oleh bank sentral.

Sementara Bitcoin dan mata uang kripto lainnya bukan berarti bebas dari penurunan nilai. Cryptocurenncy terkenal dengan volatilitas ekstrim, harganya bisa naik setinggi langit, tetapi juga bisa turun ke harga paling dasar hanya dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.

Perbedaan CBDC dan Bitcoin

Perbedaan CBDC dan Bitcoin

CBDC dilaporkan hanya masih mencangkup di seputaran daerah domestik. Salah satu contohnya adalah Yuan Digital yang dikeluarkan oleh bank sentral China. Namun dari kabar yang terbaru, bank sentral China telah memulai bekerja sama dengan Otoritas Moneter Hong Kong, bank sentral Thailand, dan bank sentral Uni Emirat Arab terkait pengembangan CBDC tersebut.

Dan Bitcoin memiliki keunggulan karena dapat digunakan secara global. Contohnya adalah dapat mengirimkan uang dari satu negara ke negara lainnya, bisa dilakukan dalam waktu singkat tanpa dengan biaya yang murah sebab tanpa melibatkan pihak ketiga.

Terkait dengan CBDC, terdapat enam kebutuhan nasabah yang harus dipertimbangkan, diantaranya adalah terkait privasi, penggunaan yang mudah, aman seperti uang tunai, miliki akses universal, pembayaran luar negeri (cross-border), dan kegunaan peer-to-peer.

Dalam laporannya pada bulan Maret tahun 2020 lalu, Bank for International Settlement (BIS) menyebut ada 3 model dalam CBDC.

Mengutip dari CNBC Indonesia hari Sabtu (27/1/2021), berdasarkan kebutuhan utama tersebut, ada 3 model CBDC yang disajikan yakni:

1. Indirect CBDC dimana tagihan (claim) dilakukan ke perantara (bank komersial), sementara bank sentral hanya melakukan pembayaran ke bank komersial.

2. Direct CBDC dimana tagihan dilakukan langsung ke bank sentral.

3. Hybrid CBDC dimana tagihan dilakukan ke bank sentral, tetapi bank komersial yang melakukan pembayaran.

William Adhiwangsa
6 Comments

6 Comments

  1. Pingback: Aturan Global Perdagangan Kripto Diusulkan di Oktober 2022

  2. Pingback: BI Siap Luncurkan Rupiah Digital, Terbit Kapan?

  3. Pingback: Jenis Aset Kripto di Dunia Ada Lebih dari 20.000

  4. Pingback: Rupiah Digital Segera Terbit, Begini Cara Distribusinya

  5. Pingback: Rupiah Digital dan Kontrol dari Bank Indonesia

  6. Pingback: Kripto Stablecoin Binance Disebut Sekuritas Tidak Terdaftar!

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top