Corona Makin Buas dan Stok yang Melimpah, Harga Minyak Alami Penurunan
Seperti yang diketahui, pada perdagangan hari Selasa (27/10/2020) kemarin, harga minyak mentah alami penguatan. Namun pada perdagangan waktu Asia hari Rabu (28/10/2020) ini, harga minyak justru alami penurunan yang cukup dalam.
Penurunan harga ini dipicu oleh lonjakan kasus Covid-19 dan persediaan minyak mentah di Amerika Serikat (AS).
Jika melihat data pada perdagangan di jam 09.30 WIB, harga minyak untuk kontrak teraktif yang diperdagangkan di bursa berjangka ambles lebih dari 1,5 persen. Minyak berjangka acuan internasional Brent terkoreksi 1,65 persen ke US$ 40,52 per barel setelah di hari Selasa kemarin menguat sebesar 2 persen.
Pada saat yang sama, harga minyak berjangka acuan AS yaitu West Texas Intermediate (WTI) juga alami hal yang sama, ambles dengan koreksi sebesar 2,1 persen ke US$ 38,74 per barel. Padahal jika mengacu pada hari Selasa kemarin, harga kontrak WTI justru menguat sebesar 2,6 persen.
Mengenai isu kelebihan pasokan masih menjadi kecemasan utama di pasar energi terutama di energi minyak. Sementara terkait lonjakan jumlah kasus Covid-19 yang bersamaan dengan pengetatan mobilitas publik membuat prospek pemulihan permintaan menjadi suram dan penuh dengan ketidakpastian.
Jika melihat dari sisi pasokan, meningkatnya output minyak Libya yang dianggap akan kembali ke 1 juta barel per hari (bpd) semakin menekan harga.
Tekanan yang terjadi di pasar minyak membuat kebijakan organisasi para kartel minyak dan koleganya (Opec+) menjadi sorotan.
Sampai saat ini belum ada kepastian apakah Opec+ akan tetap berpatokan pada kesepakatan awal atau malah akan memperpanjang periode pemangkasan dengan volume saat ini sampai tahun depan.
Namun yang pasti berbagai indikator bahwa ancaman kelebihan pasokan itu tak bisa ditampikkan adalah kenaikan stok minyak terutama di AS yang menjadi konsumen emas hitam terbesar di dunia.
Melansir dari Reuters, Hiroyuki Kikukawa -manajer umum riset di Nissan Securities-, mengatakan, “Peningkatan stok minyak mentah AS yang lebih tinggi dari perkiraan mendorong penjualan baru sementara kekhawatiran atas gangguan pasokan dari Badai Zeta telah surut”.
“Meningkatnya kasus Covid-19 dengan kurangnya paket bantuan fiskal virus Corona AS juga mengganggu selera risiko investor,” kata Kikukawa, memprediksi bahwa sentimen suram akan membuat harga di bawah tekanan selama beberapa hari mendatang.
Sementara itu, calon Presiden dari Partai Demokrat Joe Biden mengancam akan menutup kilang minyak jika terpilih kelak melawan petahana Donald Trump. Janji itu diutarakan Biden dalam upaya memerangi efek dari polusi bahan kimia dan bahan bakar fosil.
Tak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan, Biden menyebut bahwa pabrik minyak juga berdampak negatif terhadap kesehatan komunitas yang hidup di dekat pabrik.
“Begitu banyak orang-orang di negara bagian saya sakit dan terkena kanker. Faktanya adalah komunitas garis depan, tidak peduli berapa pun Anda membayar mereka. Penting bagaimana Anda menjaganya agar tetap aman,” tegasnya dalam debat terakhir Capres yang disiarkan langsung dari Belmort University, Nashville pada Kamis (22/10) waktu setempat.
Sedangkan Trump menyebut bahwa mereka yang hidup dekat dengan kilang dan pabrik minyak mendapat keuntungan ekonomi.
Pingback: Dipengaruhi Badai Zeta, Harga Minyak Merangkak Naik
Pingback: Harga Minyak Terjun Bebas, Ke Depan Makin Suram?